Life is Too Short


Sahabat..
Hidup ini sangat singkat,
Kata pepatah jawa "urip mung mampir ngombe" hidup cuma mampir buat minum aja.

Al Quran mengatakan secara implisit bahwa satu hari diakhirat rasanya bagaikan seribu tahun di dunia. (QS 22:47, 32:5).  Bukankah ini kaidah teori relativitas?

Laron berpikir telah hidup lama, buktinya sudah mengelilingi ruangan rumah. Namun jika cicak melihatnya maka umur laron hanya semalam saja. Cicak pikir umurnya juga telah lama, namun jika dilihat oleh kucing maka umurnya sebentar saja.

Kucing pikir ia telah berumur panjang, namun apakah sama jika kuda yg melihatnya? Begitu pula kuda jika dilihat oleh manusia maka umur kuda hanya singkat saja.

Bagaimana dengan manusia? Siapa yg melihat umur manusia?
Mari kita lihat berdasarkan Al Quran sebagai sumber kebenaran absolut.

1 hari akhirat = 1000 tahun
24 jam akhirat = 1000 tahun
3 jam akhirat = 125 tahun
1,5 jam akhirat = 62,5 tahun

Umur manusia rata-rata 60 - 70 tahun. Jadi hidup manusia ini jika dilihat dari langit hanyalah 1,5 jam saja.
Pantaslah kita selalu diingatkan masalah waktu.... *...*
Hanya satu setengah jam saja. Menentukan kehidupan abadi kita kelak, hendak surga atau neraka. (QS.35:15 , 4:170).
Cuma satu setengah jam saja cobaan, maka bersabarlah (QS.74:7,52:48,39:10).
Satu setengah jam saja coba buat Allah senang dan hentikan buat setan senang. (QS.43:36).
Cuma satu setengah jam saja mencoba menahan nafsu dan ganti dgn sunnah-Nya. (QS.12:53, 33:38).
*...* SATU SETENGAH JAM...
sebuah perjuangan teramat singkat, dan Allah ganti dengan surga Ridha Allah... (QS.9:72, 98:8 ,4:114).
Selamat berjuang mengisi hari...
Mencari bekal perjalanan panjang nanti... (QS.59:18,42:20, 3:148, 28:77)

SubhanAllah.... O:)*...*({})


*Artikel kiriman Sahabat Wening Naraswari
Staf pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Kisah Buntut Singkong

Alkisah, ada seorang anak kecil yang baru saja ditinggal mati oleh ayahnya. Karena tidak ada lagi yang suka memberi dia jajan, iapun diacuhkan oleh teman-temannya. Anak kecil itu berusaha untuk meminta belas kasihan kepada warung-warung tetangganya, bukannya belas kasihan yang ia dapatkan, melainkan hardikan dan usiran.
Suatu hari, bertemulah ia dengan tukang gorengan. Agar menarik perhatian, anak kecil itu bergaya. Sambil berdiri di hadapan tukang gorengan, ia angkat kaki sebelah kirinya lalu ditempelkan ke kaki kanannya, sambil menggigit jari tangan kanannya. Si tukang gorengan hanya memandang sekilas dan membiarkan saja.
Hari pertama, iapun dicuekin saja. Demikian pula hari kedua dan ketiga. Namun, anak kecil itu tidak putus asa, tetap dengan gaya yang sama. Akhirnya pada hari keempat, karena merasa iba dan kasihan, si tukang gorengan itupun memberikan buntut singkong, sisa-sisa potongan gorengan singkong, yang rasanyapun pahit.
Betapa senangnya anak kecil itu. Dengan mata berbinar penuh bahagia, iapun memegang buntut singkong itu dengan kedua tangannya, seolah-olah terlihat seperti satu singkong goreng penuh. Ia berlari mengejar teman-temannya, sambil mengacung-ngacungkan buntut singkong, menunjukkan bahwa ia kini punya jajanan.

24 tahun kemudian
Suatu hari, ketika sedang asyik ngaduk-ngaduk gorengannya, tiba-tiba si tukang gorengan itu didatangi oleh seorang pemuda.
“Emm... ternyata tidak ada yang berubah. Pikulan dan gerobak gorengannya, masih seperti dulu,” gumam pemuda itu.
“Mang, masih kenal sama Saya ga?!” tanya pemuda itu.
Si tukang gorengan hanya menggeleng bengong dan bingung.
“Coba ingat-ingat Mang. Masih ingat Saya ga?!” kata pemuda itu penasaran. “Aduh, siapa ya Den! Amang mah, gak tahu.” Jawab tukang gorengan itu polos.
Akhirnya, pemuda itupun bergaya persis seperti saat dia meminta dikasihani tukang gorengan.
“Oh. Iya...ya... Amang ingat sekarang. Aden yang waktu itu, masih kecil, bergaya seperti itu di depan Amang, selama empat hari berturut-turut. Awalnya Amang cuekin. Karena Amang kasihan, akhirnya Amang kasih buntut singkong.” Jawab tukang gorengan itu.
“Ya betul, Mang. Waktu itu, Saya sungguh senang dan bahagia sekali. Dengan buntut singkong itu, akhirnya Saya diterima lagi oleh teman-teman Saya.” Jawab pemuda itu. “Karena hanya yang punya jajanan saja yang boleh bergabung dan bermain dengan teman-teman Saya.” Lanjutnya.
“Wah, Den. Gak usah disebut-sebut. Amang jadi malu. Karena hanya memberi Aden buntut singkong.” Jawab tukang gorengan itu tersipu.
“Sebagai rasa terima kasih Saya atas kebaikan Amang. Bagaimana kalau Amang Saya ajak umroh!”.
“Hah... yang bener Den. Jangan main-main?!” Ujar tukang gorengan itu kaget.
“Iya Mang. Saya serius. Saya ajak Amang untuk umroh ke tanah suci.” Jawab pemuda itu meyakinkan.
Tak kuasa menahan haru, sambil berlinang air mata, dipeluknya erat-erat pemuda itu. Sambil berkata, “terima kasih Den! ...terima kasih ...”
“Berterima kasihlah kepada Allah, Mang…. Allah menakdirkan Saya, untuk membalas kebaikan yang telah Amang lakukan 24 tahun yang lalu.” Jawab pemuda itu, sambil memeluk erat tukang gorengan itu penuh haru.

Janji Allah Pasti
Subhanallah … Allahu Akbar ... There’s not impossible in the world. Sungguh kisah kemanusiaan yang sangat menyentuh. Ternyata Allah SWT tidak akan membiarkan berlalu begitu saja, kebaikan yang telah dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, siapapun dan di manapun, sekecil dan sesederhana apapun. Melainkan Ia akan membalasnya dengan yang setimpal, bahkan berlipat, berganda dan tak terduga. Benarlah Firman Allah SWT dalam Qs. Al Zalzalah: 7-8
  • Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat balasannya.
  • Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat balasannya pula.


Copas dari http://tarbiyatunnisaa.blogspot.com/2010/01/kisah-buntut-singkong_21.html